5 November 2017

“Imagine” Kritik Atas Kuasa Agama dan Negara

Saya bukan penikmat musik yang menggebu-gebu. Saya cuma penikmat musik biasa saja. Mendengar musik jika butuh.

Meskipun demikinan, saya jenis penikmat musik yang kadang-kadang perlu membaca ulasan musik sebelum mendengarkan musik. Saya perlu alasan untuk apa saya mendengar musik. Ketika mendengar musik jazz, saya perlu membaca ulasan tentang jazz. Dengan begitu saya mengerti konteks dan latar belakang lahirnya musik jazz. Konon, jazz lahir dari musisi jalanan, mereka berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda. Para musisi jalanan tersebut menggunakan jazz sebagai alat komunikasi, para musisinya kebanyakan adalah kulit hitam, sementara waktu itu di Amerika (tempat jazz lahir) isu rasial sedang hangat, kulit hitam seringkali diperlakukan tidak adil. 

Kira-kira begitu cara saya menikmati musik. Semakin musik itu mempunyai konteks dan latar belakang yang kuat, bagi saya, musik itu akan semakin bernilai.

Saya tertarik mendengarkan Imagine sehabis nonton Mata Najwa (3 April 2016). Waktu itu tamunya adalah Gus Mus, seorang kiai moderat. Ketika Gus Mus ditanya tentang lagu kesukaannya, Gus Mus menjawab “Imagine”. Kemudian setelah saya mendengar Imagine, saya berkesimpulan bahwa selera musik Gus Mus rada aneh, melihat latar belakangnya sebagai kiai. Lagu tersebut mengajak pendengarnya untuk membayangkan seandainya surga dan neraka tidak ada.

Imagine there’s no heaven, It’s easy if you try, No hell below us, Above us, only sky

Padahal lirik ini kontradiktif dengan kepercayaan agama, khususnya Islam. Di dalam Islam, neraka dan surga itu ada, lantas bagaimana seorang agamawan bisa membayangkan tak ada surga dan neraka?


*

"Dor! dor! dor!"

Mark David Chapman menembak John Lennon hingga terkapar tepat setelah turun dari mobil (8 Desember 1980). Dia melakukannya enam jam setelah mendapat tanda tangan dari Lennon di album Double Fantasy. Bahkan dengan santainya, dia menjatuhkan pistol dan melanjutkan membaca novel The Catcher in the Rye. Dia menyerahkan diri tanpa perlawanan kepada polisi. Petugas kepolisian sempat kaget dan menduga bahwa pria tersebut menderita gangguan jiwa.

Bertahun kemudian terungkap motif Chapman membunuh Lennon, dia mengaku kecewa dengan Lennon yang memberi pernyataan bahwa The Beatles lebih populer ketimbang Yesus.

"Agama kristen akan hilang," ujar Lennon. "Agama itu akan hilang dan tenggelam. Saya tidak perlu beradu argumen tentang itu. Saya benar dan akan membuktikannya. Kami lebih populer dari Yesus sekarang. Saya tidak tahu siapa yang akan hilang duluan, rock n' roll atau kristen."

Dengan kata lain, Chapman membunuh Lennon demi nama Yesus. Lennon mati, dan beberapa kisah kontroversinya tetap dikenang. Begitu juga 'Imagine' masih terus didengarkan.

Ini sedikit informasi yang saya dapat mengenai John Lennon yang menyanyikan Imagine. Ternyata dia mati dengan tragis ditembak oleh penggemarnya sendiri. Saya bukan penggemar John Lennon atau The Beatles, saya menikmati Imagine sekadar ingin tahu.

Tapi jika Imagine kita tarik pada konteks tertentu dan dalam situasi tertentu, Imagine akan sangat ironi didengar. Tentang lirik yang menyoal agama dan negara. Agama dan negara sering kali jadi dasar atau alasan timbulnyanya konflik. Konflik antar bangsa (ras), sosial,  atau bahkan konflik individu seperti Champan yang karena fanatisme buta bertindak kriminal.

Begitu juga, Hitler pemimpin Nazi melakukan genosida terhadap kaum Yahudi di Jerman. Suharto membantai ribuan anggota PKI. Bahkan hingga kini, konflik antara Palestina dan Israel masih terus berlangsung. Bisakah alasan semacam ‘tanah yang dijanjikan Tuhan’ dibenarkan untuk membunuh ribuan manusia?

Masih sering kita dengar di media betapa agama  jadi alat politik oleh elit politik tertentu. Selama ada kelompok sektarian fanatik yang mempercayai sesuatu dengan kaca mata kuda, tanpa pertimbangan rasional, maka para penghasut akan menari-nari di atas kefanatikan mereka. Mereka akan menjadi massa yang digiring ke sana-sini oleh elit-elit tertentu yang ujung-ujungnya menimbulkan konflik dan bukan atas pertimbangan rasional.

Padahal nilai relatif berbeda dengan nilai absolut, agama dan negara adalah nilai relatif; multi tafsir. Maka wajar jika di dalam agama ada banyak aliran, dan di dalam bernegara ada banyak pilihan ideologis. Yang keliru adalah menganggap nilai relatif sebagai nilai absolut yang mutlak benar. Padahal tak ada yang absolut kecuali Tuhan. Dan Tuhan berbeda dengan negara.

Lennon adalah satu di antara sekian banyak kaum skeptis. Lewat lagunya, seolah-olah dia bertanya dan seolah-olah dia mengajak pendengarnya untuk berani bertanya; adakah cara selain perang dan pertumpahan darah agar hidup di bumi jadi bahagia?

Imagine there’s no countries, It isn’t hard to do, Nothing to kill or die for, And no religion, too, Imagine all the people living life in peace You.

Ketika hari ini negara masih  menjadi hantu dan agama dimanfaatkan oleh sebagian orang demi kepentingan tertentu, Imagine masih relevan untuk didengarkan.